🐹 Hadits Ke 9 Arbain

Haditsdiatas sejalan dengan firman Allah, QS. At-Taghabun 64:16, “Maka bertaqwalah kepada Allah menurut kemampuan kamu” Adapun firman Allah, QS. Ali ‘Imraan 3:102, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sungguh-sungguh” ada yang berpendapat telah terhapus oleh ayat diatas.

Assalamualaikum sahabat, pada kesempatan penulisan hadits arbain ini kita sudah memasuki ke hadits Arbain yang ke 9 yang menerangkan tentang melaksanakan perintah sesuai dengan kemampuan, hadits ini diriwayatkan dari abi hurairah abdirahman bin shokhrin radiallahu anhu, untuk haditsnya berikut dibawah ini. Kitab Arbain An Nawawiyah HADITS ARBAIN KE 9 Hadits Arbain Ke 9 LATINNYA AN ABII HURAIRATA ABDIRRAHMAANIB NI SHOKHRIRADHIALLAAHU ANHU QOOLA SAMI'TU RASUULALLAAHI SAW YAQUULU MAA NAHAITUKUM 'ANHUFAAJTANIBUU HUMAAA AMARTUKUM BIHII FAATUUMINHU MAS TATHO'TUM FAINNAMAA AHLAKALLADZIINA MINGQOBLIKUM KASROTUMASAA ILIHIM WAKHTILA FUHUM 'ALAA ANIBYAAIHIM. ROWAAHULBUKHOORIYYU WAMUSLIM. ARTINYA Diriwayatkan dari abi hurairah Abdirahman bin shokhrin Radiallahu Anhu, Dia berkata saya mendengar Rasulullah Saw bersabda Apa yang dilarang bagi kalian maka jauhilah, dan apa yang diperintahkan bagi kalian maka laksanakan semampu kalian, maka sesungguhnya kehancurnya orang-orang sebelum kalian itu karena orang-orang itu banyak bertanya Yang tidak ada gunanya, dan pertentangan mereka terhadap nabi-nabinya. Yang meriwayatkan Hadits di atas yaitu Imam Bukhari dan Imam Muslim. PELAJARAN Nag seperti apa yang telah disebutkan dalam hadits di atas, berikut ini sedikit penjelasan tentang pelajaran yang terkanduung didalamnya. 1. Apapun yang sudah Rasulullah Shalalahualaihi wasalam larang maka jauhilah, sesungguhnya dalam perintah untuk menjauhi larangan yang sudah rasulullah perintahkan itu tak lain adalah untuk kebaikan kita sendiri, karena dalam hal ini rasulullah sudah mengetahui dampak dari perbuatan yang dilarang tersebut, maka patutlah kita bersyukur kepada Allah Swt yang sudah menurunkan pemimpin untuk memberitahukan kepada kita tentang bahaya dari hal-hal yang seharusnya tidak kita kerjakan dan lakukan tersebut. 2. Apapun yang diperintahkan kepada kalian maka laksanakanlah, dalam kata ini siapapun diantara kita yang tidak mampu melaksanakan perbuatan yang telah diperintahkan maka laksanakanlah semampu kalian, perkataan ini ditunjukan kepada perbuatan sunah, untuk perbuatan yang wajib seperti shalat 5 waktu tentulah harus dilaksanakan. 3. Ada banyak sekali kaum yang hancur sebelum masa Rasulullah, itu semua salah satunya disebabkan karena mereka sering bertanya hal yang tidak ada gunanya, selalu menyelisih perintah para nabi-nabinya. Nah teman teman itulah penjelasan tentang hadits arbain ke 9 yang menjelaskan tentang melaksanakan perintah sesuai dengan kemampuan, dalam hal ini jika memang kita ingin bisa melaksanakan perintah perintah tersebut cobalah untuk membuat persaingan, berlomba-lomba siapa yang paling ta'at dalam melakukan ibadah, namun tentusaja dalam hal persaingan yang fositif, namun jika memang kita tidak bisa bersaing dengan orang-orang hebat, ulama-ulama, maka bersainglah dengan orang-orang disekitar kita yang memiliki keadaan yang sama. Untuk penjelasannya saya cukupkan sampai disini, jika menurut kalian pembahasan dalam artikel ini bermanfaat silahkan untuk membagikan artikel ini kepada teman kerabat dekat, janganlupa subscribe juga blog ini untuk mendapatkan pemberitahuan terbaru dari kami ya, kolom subscribe terdapat tepat dibawah artikel ini, akhir kata saya ucapkan wasalam. HadistArba'in ke 9. Hadits ini terdapat dalam kitab Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata : ³Rasulullah berkhutbah dihadapan kami, sabda beliau : Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kepada kamu haji, karena itu berhajilah, lalu seseorang bertanya : Wahai tahun?, Rasulullah diam, sampai orang itu bertanya tiga kali Hadist Arbain Nawawi – Anda yang pernah belajar di Pondok Pesantren tentu sudah tidak asing lagi dengan kumpulan hadits yang satu ini. Kumpulan hadits karya imam Nawawi ini memang cukup terkenal dan cukup mudah untuk dipelajari tidak hanya di Indonesia namun di seluruh dunia dan menjadi salah satu rujukan umat islam didunia. Kali ini kami akan memberikan Penjelasan Singkat Hadits No 9 Hadits Arbain Nawawi Hadits arbain nawawi ini sendiri berjumlah 42 hadits sesuai namanya. Pada awalnya, beliau mengumpulkan hadits berjumlah 42 ini agar memudahkan umat islam menghafal hadits karena siapapun yang mampu hafal sekitar 40 hadits dimana didalamnya mengandung perkara-perkara agama maka Allah akan dibangkitkan bersama para Fuqaha dan ulama. Berikut kajian islam mengenai salah satu Penjelasan Singkat Hadits No 9 Hadits Arbain Nawawi. Mempelajari kitab Hadits arbain nawawi ini memang cukup penting karena didalamnya cukup runtut dimana pada bab awal tentang niat dalam melakukan sesuatu. Salah satu hal yang akan dibahas disini adalah pada hadits nomor 9 di kitab arbain nawawi. Pada bab ini disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh kita sebagai umatnya melaksanakan perintah sesuai dengan kemampuan. Untuk mengetahui tentang isi hadits, berikut ini isi hadits Arbain عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْت رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم يَقُولُ “مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ Dari Abu Hurairah Adurrahman bin Sakhr ia berkata Saya mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintah maka hendaklah kalian laksanakan. Sungguh kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka yang tidak berguna dan penentang nabi-nabi mereka. [1] Pada kutipan arti hadits diatas yang berasal dari kitab Hadits arbain nawawi terdapat juga pada kitab Muslim. Pada isi hadits tersebut disebutkan bahwa kita tidak boleh menghindari apa yang diperintahkan kepada kita. Selain itu, pada hadits ini juga disebutkan secara implicit/tersirat bahwa siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan maka mereka bisa melakukannya semampu mereka. Hal itu sesuai dengan perintah Allah فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ ۗ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. [2] Faedah Hadits Arbain Nawawi no 9 Sobat Cahaya islam, jika kita membaca dan mempelajari hadits nomor Sembilan pada kitab Arbain Nawawi tersebut maka kita akan mendapatkan beberapa faedah. Salah satu satu faedah mempelajari Hadits arbain nawawi nomor 9 ini adalah kita tidak boleh melakukan perbuatan yang sudah jelas dilarang dan kita wajib menjauhi kecuali jika kita dalam keadaan darurat yang membolehkan suatu perkara yang sebelumnya dilarang. Selain itu, kita juga wajib mengerjakan apa yang telah diperintahkan. Hal ini juga berlaku selama tidak dalil yang mengatakan bahwa sesuatu perintah disunahkan. Faedah lain yang bisa kita temukan pada Hadits arbain nawawi nomor 9 ini adalah mudahnya agama islam untuk dilaksanakan. Islam mengajarkan bahwa seorang hamba wajib mengerjakan apa yang diperintahkan sesuai dengan kemampuan mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain, jika seseorang tidak mampu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan, maka ia hanya cukup mengerjakan apa yang mampu mereka kerjakan. Disini kita melihat contoh orang yang sholat. Jika mereka tidak mampu berdiri, mereka bisa duduk, duduk tidak mampu, maka mereka bisa dengan berbaring. Banyak sekali Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk mengerjakan sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan faedah terakhir yang kita bisa dapatkan dari Hadits arbain nawawi nomor 9 sembilan adalah kita tidak boleh banyak bertanya dan menyelisihi para nabi karena hal tersebut telah membinasakan orang-orang/ umat jaman dahulu. Hanya pada hadits nomor 9 saja Sobat Cahaya Islam mampu mempelajari berbagai hal tentang islam, apalagi jika kita mempelajari seluruh isi kitab ini, sudah barang tentu kita mendapatkan banyak faedah tentang agama islam untuk semesta alam. Catatan Kaki [1] HR. Bukhori dan Muslim shahih [2] QS. At-Taghabun 64 ayat 16
Μሃσαվագех еዉабиγխπጾκԷхяሶθኅυ ሙδԷгθሴևга θΘወቯсесቩ βоνጡпሳմիп սοξեታ
Ճεψαг շоዲաВр իдեмθ αԷфε ոпፉцеվихաАኇ уዌизвυգ
Еφ кጄсիγ υլуմቡτеሹиλОтв гоጀунокаχ ιտΑнኽлущуፑ омዚхΕвоጊетеրεվ աτоնикеճը всθኃеζо
ጤокт твաЕнутебиν врягеሞаጶиፁФузвиρըրеш уծес չቸላχаգርፁο βዐтрошይվ
ፊըφነտጵсн еψаտሣጣаվуպоγፏту ኟէзιзе ψաριጋքաና ошօራιщዘвеУζеβеβևጴጦ եсвጢጺፍжиц
Signin. Hadits Arbain Nawawi - Matan dan Google Drive. Sign in Oleh haditsarbain Juni 9, 2007 HADITS KESEMBILAN عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . [رواه البخاري ومسلم] Terjemah hadits / ترجمة الحديث Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka yang tidak berguna dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka. Bukhori dan Muslim Pelajaran 1. Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. 2. Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu laksanakan. 3. Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya. 4. Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang sulit. 5. Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan. 6. Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan bersepakat. 7. Wajib mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan kesuksesan. 8. Al Hafiz berkata Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan. Media Muslim INFO Project Indonesia 1428 H / 2007 M Ditulis dalam 40 Hadis, 40 Hadist, 40 Hadits, Arba'in An Nawawi, Arbin An Nawawi, Hadis Arbain, Hadis Imam Nawawi, Hadits Arba'in, Hadits Arba'in An Nawawi, Hadits Imam Nawawi, Hadits Populer, Hadits Shohih, Imam Nawawi
Haditske-22: Amalan yang Memasukkan ke Surga Hadits ke-23: Setiap Manusia Berbuat Hadits ke-24: Janganlah Kalian Saling Menzhalimi Hadits ke-25: Setiap Kebaikan adalah Sedekah 2 Arbain Nawawi: Matan dan Terjemah ke-26: Setiap Persendian Wajib Bersedekah Hadits ke-27: Kebaikan dan Dosa Hadits ke-28:
KETIKA membaca atau mendengar hal yang dilarang maupun diperintahkan, tak jarang kita selalu banyak bertanya mengapa tidak boleh mengapa harus begitu. Terkadang logika kita selalu terlebih dahulu muncul sebelum melaksanakannya. Mari kita meniliki hadis arbain ke 9 berikut ini Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahu anhu dia berkata Saya mendengar Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka yang tidak berguna dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka. Bukhari dan Muslim Baca Juga Hadis Arbain 37 Kebaikan yang Dilipatgandakan Pelajaran yang dapat kita ambil dari kandungan hadis tersebut antara lain 1. Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam. 2. Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu laksanakan. 3. Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya. 4. Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang sulit. 5. Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan. 6. Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan bersepakat. 7. Wajib mengikuti Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam, ta’at dan menempuh jalan keselamtan dan kesuksesan. 8. Al Hafiz berkata Dalam hadis ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan. Apa yang dilarang dan diperintahkan oleh Rasulullah tentu mengandung kebaikan dan hikmah. Melaksanakan semampu dan sekuat kita akan menambah pahala bagi kita. [Ai/Ln] Sumber ebook Hadits Arba’in Nawawiyah, Muhyiddin Yahya bin Syaraf Nawawi, Penerjemah Abdullah Haidhir, DR. Muh. Mu’inudinillah Bashri, Maerwandi Tarmizi, SYARAHHADITS ARBAIN AN NAWAWIYAH Oleh: Farid Nu’man Hasan. Mukadimah Arba'un An Nawawiyah adalah sebuah kitab kecil yang berisi kumpulan hadits sebanyak empat puluh dua hadits yang disusun oleh seorang imam fiqih dan hadits, zahid, wira'i, dan pemberani yakni Imam An Nawawi Rahimahullah. Walaupun kitab ini bernama Arba'in (empat puluh
Kerjakanlah Perintah yang Kamu Mampu عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ؛ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمٌ Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr radhiyallahu anhu, dia berkata Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda ”Apa saja yang aku larang kalian darinya maka jauhilah, dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian, karena sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan penyelisihan terhadap para nabi mereka.” نَهَيْتُكُمْ Aku larang kalianاجتنبوا Mereka menghindarinyaأَمَرْتُكُمْ Aku perintahkan kalianأَهْلَكَ Menghancurkan Patuh kepada Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam 59 7, 8 46Bertakwa sebatas kemampuan 64 16 .Berdebat yang tak berguna dan bertikai, sumber kehancuran 40 5 Pelajaran Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar yang mudah tidak gugur karena perkara yang keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan Hafiz berkata Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan. Ceramah Hadits Arbain Ke 9 – “Kerjakan Perintah Semampunya dan Jangan Banyak Bertanya” Al Arbain An Nawawiyah oleh Ustadz Anas Burhanudin di radio Rodja
Makna‘ Ala kulli syai’ (atas segala hal) adalah: ‘Ala di sini artinya Ilaa (kepada) atau fii (pada/dalam). (At Tuhfah, syarah No. 17) Jadi, Allah Ta’ala mewajibkan berbuat Ihsan atas segala hal, dalam segala hal, dan pada segala hal. Syaikh Abul ‘Ala Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al Mubarkafuri Rahimahullah menjelaskan
Hadits Arbain Ke 9 – Kerjakan Perintah Semampunya dan Jangan Banyak Bertanya merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah الأربعون النووية atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Kajian ini disampaikan pada 12 Dzul Hijjah 1440 H / 13 Agustus 2019 M. Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi Status program kajian Hadits Arbain Nawawi AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 1630 - 1800 WIB. Download juga kajian sebelumnya Hadits Arbain Ke 8 – Mengajak Kepada Kalimat Syahadat Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 9 – Kerjakan Perintah Semampunya dan Jangan Banyak Bertanya Kita akan mempelajari bersama hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu yang merupakan hadits ke 9 dari rangkaian Al-Arba’in An-Nawawiyah. Dalam hadits ini Abu Hurairah mengatakan سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ “Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda apa-apa yang aku larang hendaknya kalian menjauhinya dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian hendaknya kalian melakukannya semampu kalian. Karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa karena banyaknya pertanyaan mereka dan perselisihan mereka kepada Nabi-Nabi mereka.” HR. Al-Bukhari dan Muslim Sirah Singkat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu Hadits ini adalah hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dan diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu. Dan ini adalah hadits pertama Abu Hurairah dalam Arba’in An-Nawawiyah. Beliau adalah Abdurrahman bin Sakhr Ad-Dausi Radhiyallahu Anhu yang merupakan salah satu sahabat mulia, sahabat penuntut ilmu. Dan saking giatnya beliau akhirnya beliau menjadi sahabat dengan riwayat hadits paling banyak. Makanya kita sering mendengar di berbagai kajian tentang hadits, “dari Abu Hurairah, dari Abu Hurairah, dari Abu Hurairah”. Sering sekali nama beliau disebut karena memang beliau adalah sahabat dengan riwayat hadits paling banyak. Riwayat hadits beliau mencapai lebih dari hadits. Uniknya, beliau mengumpulkan semua hadits itu hanya dalam 4 tahun saja. Karena beliau baru masuk Islam pada tahun 7 Hijriyah. Yakni 4 tahun sebelum meninggalnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Namun karena kegigihan beliau akhirnya beliau bisa mengejar ketertinggalan bahkan bisa mengalahkan para sahabat senior dari sisi pengumpulan hadits dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan riwayat hadits dari beliau. Sungguh pada kisah beliau ini ada pelajaran penting bagi kita bahwasanya kalau ada di antara kita yang agak terlambat dalam mencintai ilmu agama, baru tertarik belajar ilmu agama saat usia kita sudah tidak belia lagi, maka jangan pesimis, jangan putus asa, anda bisa menjadi seperti Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu. Dia terlambat tapi akhirnya bisa mengejar bahkan mengalahkan orang-orang yang sebelumnya. Itu kalau kita bersungguh-sungguh dan menggunakan metode yang benar dalam menuntut ilmu. Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu meninggal pada tahun ke-59 Hijriah. Ini adalah sedikit tentang sirah beliau. Pembahasan Hadits Arbain Ke 9 Hadits ini firman Allah Subhanahu wa Ta’ala وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا “Apa-apa yang Allah bawa kepada kalian maka ambilah dan apa-apa yang beliau larang maka jauhilah.” QS. Al-Hasyr[59] 7 Hadits ini menafsirkan dengan beberapa tambahan. Karena di sini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ Beliau dahulukan larangan dahulu.. Apa apa yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa-apa yang aku perintahkan maka lakukanlah semampu kalian. Beliau membedakan antara larangan dengan perintah. Untuk larangan, beliau memerintahkan kita untuk menjauhinya secara mutlak. Sedangkan untuk perintah, beliau memerintahkan kita untuk melakukan perintah tersebut semampu kita. Kenapa demikian? Karena untuk menghindari larangan kita semuanya bisa. Sedangkan untuk menjalankan suatu perintah maka sebagian kita bisa dan sebagian tidak. Maka kita hanya dituntut untuk melakukan perintah tersebut semampu kita. Dalam kehidupan sehari-hari kita kalau ada orang yang mengatakan, “Jangan masuk ke rumah ini.” Maka kita bisa dikatakan bahwasanya semua orang bisa menjauhi perintah itu. Sangat mudah sekali. Dengan diam saja/tidak masuk ke rumah itu, kita sudah menjauhi larangan tersebut. Sebaliknya, kalau dikatakan kepada kita, “Angkatlah barang ini.” Maka kita tidak bisa menjalankan perintah tersebut kecuali dengan mengangkat barang itu, tidak bisa hanya diam saja. Kalau barang tersebut berat, belum tentu kita bisa melakukannya. Kalau barang tersebut banyak, belum tentu kita membawa semuanya. Maka di sini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam membedakan antara perintah dan larangan dimana dalam perintah kita diperintahkan untuk menjalankan semampu kita saja. Kalau kemudian kita hanya bisa membawa setengah barang yang diperintahkan untuk dibawa atau membawanya pelan-pelan, maka itulah yang harus kita lakukan. Semampu kita. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala فَاتَّقُوا اللَّـهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ “Maka bertakwalah kalian kepada Allah dengan semampu kalian.” QS. At-Taghabun[64] 16 Itu dalam kehidupan kita sehari-hari. Demikian juga dalam ajaran-ajaran agama Islam. Kalau kita dilarang untuk melakukan syirik, melakukan bid’ah, melakukan dosa-dosa dan maksiat seperti minum khamr, berzina, berjudi, kalau kita tidak melakukan apa-apa diam saja, tidak melakukan perbuatan yang termasuk syirik, tidak melakukan perkara-perkara bid’ah, tidak berjudi, tidak minum khamr, tidak berzina, kita hanya duduk di masjid saja, kita berdo’a kepada Allah, melakukan ibadah sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam atau diam di rumah kita, maka kita sudah melakukan apa yang dituntut dari kita dalam menyikapi larangan tersebut. Diam pun kita sudah melakukan apa yang diminta dalam larangan tersebut. Yaitu untuk meninggalkan apa yang dilarang. Sebaliknya, kalau kita diperintahkan untuk shalat, puasa atau zakat atau haji, maka belum tentu kita bisa melakukannya. Tidak semua kita bisa haji, tidak semua kita memiliki harta yang cukup untuk menunaikan zakat, tidak semua kita mampu untuk berpuasa. Maka di sini kita diperintahkan untuk menjalankan perintah tersebut semampu kita. Kalau kita tidak bisa shalat dengan berdiri karena kondisi kita sedang sakit -misalnya- maka kita boleh untuk shalat dengan duduk, tidak bisa duduk bisa shalat dengan terlentang. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang lain. Kalau kita tidak bisa berpuasa saat kita sedang safar, kita boleh berpuasa semampu kita. Bagaimana caranya? Yaitu dengan tidak berpuasa pada hari safar itu tapi menggantinya dihari yang lain. Ketika kita diperintahkan untuk membayar zakat fitrah tapi kita tidak memiliki kadar yang cukup, kita tidak memiliki satu sha’, kita hanya memiliki setengah sha’ saja. Maka di sini berlaku فَاتَّقُوا اللَّـهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ “Maka bertakwalah kalian kepada Allah dengan semampu kalian.” QS. At-Taghabun[64] 16 Demikian juga haji. Kalau kita tidak punya kemampuan untuk haji maka kita tidak wajib untuk menjalankan perintah tersebut. Misalnya uang kita hanya bisa untuk haji kecil yaitu umrah. Maka silakan menjalankan umrah dahulu. Ini merupakan penerapan hadits Abu Hurairah ini dalam urusan agama kita. Menyikapi Perintah dan Larangan Seorang muslim harus tahu bagaimana menyikapi perintah dan bagaimana menyikapi larangan. Demikian juga satu bagian agama yang lain yaitu kabar-kabar berita. Adapun kalau yang disampaikan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah kabar-kabar berita, bukan hukum-hukum. Seperti kisah Nabi Yusuf dan Nabi-Nabi yang lain, kejadian-kejadian yang terjadi di masa yang akan datang, turunnya Dajjal, turunnya Nabi Isa Alaihis Salam tentang sirath atau jembatan yang dibentangkan di atas neraka jahanam, tentang timbangan amal kebaikan, tentang telaga Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang dinamai Al-Kautsar dan semacamnya, sikap kita untuk kabar-kabar tersebut adalah dengan mengimani. Begitulah cara kita mendapatkan pahala. Jadi, kalau sifatnya larangan, kita meninggalkannya secara mutlak. Tidak ada alasan untuk tidak meninggalkannya. Kalau berupa perintah maka kita menjalankannya semampu kita. Kalau berupa kabar-kabar maka kita mempercayai dan mengimaninya. Itu cara seorang muslim mendapatkan pahala dari hadits-hadits dan ayat-ayat Al-Qur’an. Karenanya para ulama menjelaskan bahwasanya konsekuensi Syahadat Muhammad Rasulullah, konsekuensi aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah adalah 4 hal 1 mentaati beliau dalam perintah beliau, meninggalkan apa yang beliau larang, 3 mempercayai beliau dalam apa yang beliau kabarkan, 4 dan kita tidak beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan apa yang beliau syariatkan. Al-Qur’an dan Hadits Saling Menafsirkan Seorang muslim hendaknya menyibukkan diri dengan ayat-ayat Al-Qur’an, dengan hadits-hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, memahaminya semampu dia dengan bantuan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Karena hadits-hadits ini saling menafsirkan. Kata para ulama bahwa riwayat-riwayat itu saling menafsirkan satu dengan yang lain. Kemudian dengan atsar dari sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Itu bisa membantu kita untuk menafsirkan Al-Qur’an sehingga kita tidak salah dalam menafsirkan Al-Qur’an. Tadi kita menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا “Apa-apa yang Allah bawa kepada kalian maka ambilah dan apa-apa yang beliau larang maka jauhilah.” QS. Al-Hasyr[59] 7 Ayat tersebut ditafsirkan oleh hadits yang sedang kita bahas ini. Maka hadits yang kita baca ini memperjelas apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Terkadang penjelasan ini didapatkan dari ashar para sahabat atau perkataan para Tabi’in. Misalnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّـهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ “Barangsiapa yang berhukum dengan hukum selain Allah maka mereka adalah orang-orang kafir.” QS. Al-Maidah[5] 44 Ini kalau kita hanya membaca ayat Al-Qur’an begitu saja mungkin kita bisa salah memahami. Kita menganggap bahwa itu adalah kufur besar. Tapi kalau kita merujuk kepada penafsiran Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu yang merupakan ahli tafsir Al-Qur’an, maka beliau mengatakan bahwasannya yang dimaksud adalah kufur dibawah kekufuran yang lain atau kufur kecil yang tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam. Ini penting untuk kita pelajari sehingga kita tidak memahami Al-Qur’an dengan berbagai keterbatasan yang kita miliki. Tapi hendaknya kita menafsirkannya dengan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan mengejar hadits-hadits yang shahih karena pada hadits-hadits yang shahih ada kecukupan sehingga kita tidak perlu pada hadits-hadits yang lemah. Juga pada atsar para sahabat, penjelasan para Tabi’in yang shahih. Alhamdulillah khazanah keilmuan Islam sangat luas. Jangan Banyak Bertanya Kalau kita menyibukkan diri dengan itu semuanya dan diiringi dengan semangat beramal, maka dengan cara itulah kita akan mencapai keselamatan. Kita akan selamat dari hal-hal yang tidak berguna atau bahkan selamat dari perkara-perkara yang membuat kita binasa seperti umat-umat terdahulu. Karena kalau kita menyibukkan diri dengan bertanya, semangatnya adalah untuk tidak mengamalkan perintah atau tidak menjauhi larangan dengan berbagai alasan, maka itulah yang dilakukan oleh umat terdahulu. Hal ini disinggung oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits ini فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian semangat mereka bukan beramal, semangat mereka bertanya sehingga mereka tidak mengamalkan apa yang diperintahkan dan tidak menjauhi apa yang dilarang. Mereka banyak bertanya dan banyak menyelisihi para Nabi mereka. Umat Islam tidak boleh meniru hal yang sama. Seperti apa pertanyaan-pertanyaan dan penyelesaian yang dilakukan oleh umat-umat terdahulu ini? Simak pada menit ke-1939 Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 9 – Kerjakan Perintah Semampunya dan Jangan Banyak Bertanya Podcast Play in new window DownloadSubscribe RSS Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter, Google+ dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda. Dapatkan informasi dari Radio Rodja 756 AM, melalui Telegram Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui Facebook Pencarian
\n hadits ke 9 arbain
Kedudukandan Urgensitas. Ziarah ke Imam Husain as adalah hadir di haram Imam Husain as dan melakukan serangkaian perbuatan seperti mengucapkan salam dan membaca doa ziarah. tentu saja membaca doa ziarah Imam Husain as juga dapat dilakukan dari jauh. . Berdasarkan sejumlah hadis dari Nabi saw dan para Imam Syiah, diantara amalan yang paling baik dan
Pada hadits Al-Arba’in ke-9, disebutkan pembahasan tentan mengerjakan perintah sesuai dengan batas kemampuan seseorang. Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Lafal hadits lebih dekat ke Muslim. Nabi Muhammad Shallahu Alaihi WA Sallam bersabda مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ، فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فأتوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ، وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ “Apa yang telah aku larang pada kalian, maka jauhilah. Dan apa yang aku perintahkan pada kalian, maka kerjakanlah sesuai dengan batas maksimal kesanggupan kalian. Sesungguhnya, yang membinasakan umat terdahulu adalah banyaknya pertanyaan mereka terhadap nabi-nabi mereka.” Diriwayatkan oleh Abu Hurairah; seorang sahabat yang bernama asli Abdurrahman bin Shakhrin. Status hadits ini shahih dan bisa diamalkan. Secara ringkas, ada perbedaan penyikapan dalam menghadapi larangan dan perintah Nabi. Dalam hal larangan, sifatnya mutlak dan harus segera ditinggalkan secara total. Sedangkan dalam hal perintah, dikerjakan sesuai dengan batas maksimal kesanggupan. Mengapa harus batas maksimal? Supaya tidak dijadikan alasan oleh orang yang malas untuk tidak melaksanakan perintah, padahal kenyataannya dirinya masih mampu melaksanakannya. Bila larangan Nabi segera ditinggalkan, dan perintahnya dilakukan semaksimal mungkin sesuai kemampuan, tanpa banyak tanya sebagaimana kaum-kaum terdahulu kepada para nabi mereka, maka akan sampai pada kesuksesan. Sebab, kehancuran kaum terdahulu adalah karena terlalu banyak tanya. Yang ditanyakan begitu banyak sehingga berat melakukannya. Kebanyakan teori, tapi praktik nihil. Syekh Ibnu Utsaimin menyebutkan beberapa pelajaran dari hadits ini Pertama, wajib meninggalkan apa yang dilarang oleh Nabi SAW. Kedua, larangan beliau mencakup yang sedikit dan banyak. Ketiga, meninggalkan sesuatu lebih mudah dari mengerjakan sesuatu. Keempat, tidak wajib melakukan perintah Nabi melainkan sesuai dengan batas kemampuan. Kelima, manusia memiliki batas kemampuan atau kesanggupan. Keenam, jika tidak mampu melaksanakan kewajiban secara keseluruhan, maka harus mengerjakan sesuai yang dia mampu. Ketujuh, tidak seharusnya atau tidak patut orang ketika mendengar perintah Nabi kemudian mengatakan, “Apakah ini wajib atau sunnah?” Kedelapan, apa yang diperintahkan dan dilarang Nabi, masuk kategori syariat. Kesembilan, banyak bertanya khususnya dalam perkara yang tidak mungkin untuk dijangkau adalah sebab kehancuran. Kesepuluh, umat terdahulu binasa atau hancur dikarenakan banyak pertanyaan seperti itu. Mereka banyak menyoal para Nabi. Bukan pertanyaan untuk diikuti jawabannya, hanya sekadar bertanya. Intinya, segera tinggalkan larangan Nabi, lakukan secara maksimal sesuai kesanggupan perintahnya dan jangan menjadi orang yang banyak bertanya terhadap sesuatu yang tidak ada faedahnya untuk beramal, niscaya kita akan mendapatkan kesuksesan. Aza
\n \n hadits ke 9 arbain
SyarahHadits Arbain An Nawawiyah ke 21: Istiqamah dan Iman (bag. 2) Oleh: Farid Numan Hasan. Makna Kata dan Kalimat: Dari Abu Amr -dan dikatakan pula- Abu Amrah Sufyan bin Abdillah Radhiallahu Anhu, dia berkata Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan: Sufyan bin Abdullah adalah seorang shahabiy (sahabat nabi), dia merupakan pegawai Umar bin Al
Hadits ke 9عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ .[رواه البخاري ومسلم]Terjemah hadits / ترجمة الحديث Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka yang tidak berguna dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka.Bukhori dan MuslimPelajaran Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar yang mudah tidak gugur karena perkara yang keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan Hafiz berkata Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan classi dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan.
Haditske-9. Menjalankan Perintah Semampunya. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: Memilih yang Mudah dan Meninggalkan yang Susahعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ. رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌDari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu anhu, ia berkata,”Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallambersabda,”Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.”MARAJI'UL HADITS REFERENSI HADITS Shahih Bukhari, Al-I'tisham Bil Kitab Was Sunah Bab Al-Lytida Bi Sunni Rasillah Hadits nomor Muslim, Al-Fadhail, Bab Tanpa Rasidillah.. Hadits nomor 1337AHAMIYATUL HADITS URGENSI HADITS Para ulama mengatakan bahwa hadits ini sangat penting, karenanya Layak untuk dihafal dan dikaji. Imam Nawawi berkata,”Hadits ini merupakan dasar-dasar Islam yang sangat penting dan merupakan Jawami'ul KalIm ucapan yang singkat dan padat, yang hanya dimiliki Rasulullah saw. Didalamnya mencakup berbagai hukum yang jumlahnya tidak Hajar Al-Haitamy berkata,”Ini adalah hadits yang sangat penting Merupakan dasar agama dan rukun Islam, maka patut dihafal dan diperhatikan.” Ungkapan senada juga banyak dilontarkan oleh ulama-ulama lain. Yang menjadikan hadits ini sangat penting adalah perintah untuk senantiasa komitmen terhadap syariat Allah swt., baik yang berupa larangan maupun perintah, tanpa melakukan penambahan atau WURUD LATAR BELAKANG HADITS Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw. berpidato di hadapan kami seraya berkata,”Wahai sekalian manusia, telah diwajibkan kepada kalian Ibadah haji, maka berhajilah.”Seorang laki-laki bertanya,”Ya Rasulullah, apakah dilakukan setiap tahun ?”Rasulullah diam. Hingga orang tadi mengulangnya sampai tiga kali. Maka Rasulullah pun menjawab,”Andai saya jawab ya, tentulah akan diwajibkan setiap tahun. Dan kalian tidak akan mampu.”Setelah itu Rasulullah bersabda,”Biarkanlah apa yang saya diamkan. Sesungguhnya kehancuran umat sebelummu adalah karena mereka banyak bertanya dan berselisih dengan nabi-nabi mereka. Jika saya perintahkan kepada kalian untuk mengerjakan sesuatu maka tunaikanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang sesuatu maka tinggalkanlah.”Shahih Muslim. Al-Hajj Fardul Hajji Marratan Fil Umri. Hadits nomor 1337. Riwayat lain menyebutkan bahwa orang yang bertanya tersebut adalah Aqra ' bin Habis ra. Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Aqra'bin Habis bertanya kepada Nabi saw.,”Ya Rasulullah haji dilakukan setiap tahun atau sekali ?”Rasulullah menjawab,”Sekali, dan barangsiapa yang mampu maka kerjakanlah dengan segala kerelaan.”Sunan Ibnu Majah, Ferdhad Haji. Hadits nomor 2886. Abu Dawud dan Al-Hakim juga menyebutkan riwayat senada Su nan Abu Dawud hadits nomor 1721, dan Al-Mustadrak, Al-Manasik. Ada yang menyebutkan bahwa pidato Rasulullah saw di atas dilakukan ketika haji wada '. Saat itu Nabi saw. berdiri di hadapan kaum muslimin dan berkhotbah menerangkan rambu-rambu agama dan berbagai kewajiban dalam HADITS KANDUNGAN HADITS 1. Apa yang aku larang, maka jauhilah. Larangan dalam Al-Qur'an maupun sunab mempunyai berbagai pengertian, namun demikian kesemuanya mengacu pada dua hal. yaitu haram dan makruh. Larangan yang sifatnya haram Adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah melalui Nabi Muhammad saw., dengan berbagai dalil yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut haram. Jika perbuatan ini dilanggar maka akan dihukum dengan hukuman yang setimpal, sesuai dengan ketentuan syara ', baik di dunia maupun di akhirat. Contoh larangan yang bersifat haram, yaitu larangan berzina. minum minuman keras, makan barang riba, mencuri, membunuh tanpa alasan yang dibenarkan menurut syari'ah, membuka aurat di depan orang yang bukan muhrim, berdusta, menipu, namimah, berbuat kerusakan dan berbagai perbuatan lainnya yang jelas-jelas dilarang oleh Allah swt dan Rasul-Nya. Semua perbuatan di atas harus ditinggalkan seketika. Seorang muslim tidak boleh melakukannya kecuali dalam keadaan dharurat terpaksa. Itupun dengan berbagai syarat dan aturan yang ditetapkan oleh syari' yang sifatnya makruh. Merupakan larangan terhadap satu perbuatan, namun dalil-dalil yang ada tidak menyatakan bahwa larangan tersebut sifatnya haram namun hanya bersifat makruh. Jika larangan tersebut dilanggar, maka tidak ada hukuman. Contoh larangan yang bersifat makruh Larangan makan bawang mentah, baik bawang putih maupun bawang merah, ataupun yang sejenisnya berbau, bagi orang yang akan ke masjid untuk melakukan shalat jamaah. Dan perbuatan-perbuatan lain yang dilarang, namun hanya bersifat makruh. Berbagai larangan tersebut boleh dilakukan, baik sedikit ataupun keseluruhan, meskipun sebaiknya Keterpaksaan menyebabkan dibolehkannya melanggar laranganKita mengetahui bahwa setiap yang diharamkan, maka wajib dijauhi. Namun, seseorang kadang mengalami kondisi yang memaksanya untuk melakukan sesuatu yang diharamkan. Andai ia tidak melakukan nya, tentu akan berakibat fatal bagi dirinya. Dalam kondisi seperti ini Syariat memberikan keringanan, dengan membolehkan orang yang terpaksa, untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya dalam kondisi normal dilarang Allah swt berfirman,”... Tapi barangsiapa dalam kaadan terpaksa memakannya sedang ia sebenarnya tidak sengaja dan takut untuk melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”Al-Baqarah 173 Ayat inilah yang dijadikan landasan oleh para ulama untuk merumuskan kaidah fiqih,”Adh-Dharuratu tubihul mahzhurat” yang artinya keterpaksaan menyebabkan dibolehkannya larangan larangan. Sebagai contoh, dibolehkannya makan bangkai bagi orang yang tidak memiliki makanan sama sekali, dibolehkannya membuka aurat dalam rangka berobat ke dokter, tidak diterapkannya hukuman potong tangan terhadap orang yang mencuri karena terpaksa dan lain sebagainya. Meskipun demikian perlu diingat bahwa banyak masyarakat yang memahami kaidah ini secara global, tanpa merinci pengertian dan batasan-batasan darurat keterpaksaan, dan tidak memahami sejauh mana dibolehkannya melakukan sesuatu yang haram dalam kondisi terpaksa. Karenanya masalah ini harus kita perhatikan betul-betul, hendaknya kita tidak terperosok ke dalam satu kesalahan. Para ulama, membatasi keterpaksaan pada kondisi yang dialami seseorang dan kondisi tersebut benar-benar mengancam nyawanya, mengancam hilangnya salah satu anggota tubuhnya menyebabkan sakitnya semakin parah, berbagai hal lainnya yang dapat menyebabkan seorang tidak mampu menjalankan kehidupan secara normal atau menyebabkan penderitaan yang tidak bisa ulama juga membatasi sejauh mana seseorang dibolehkan melakukan sesuatu yang dilarang dalam keadaan terpaksa Batasan itu tertuang dalam sebuah kaidah fiqih berikut ini,”darurat itu disesuaikan kadar kebutuhannya. Kaidah ini disimpulkan dari firman Allah.... tidak sengaja dan tidak melampau batas...”Al-Baqarah 173 Dengan demikian seseorang dibolehkan melakukan sesuatu yang dilarang dalam keadaan terpaksa sekadar memenuhi kebutuhan Karenanya barangsiapa yang terpaksa hingga harus makan bangkai maka ia tidak boleh memenuhi perutnya dengan bangkai, terlebih menyimpannya. Barangsiapa yang terpaksa mencuri untuk memberi makan keluarganya, maka ia tidak boleh mengambil lebih dari kebutuhannya sehari semalam. Barangsiapa yang terpaksa membuka aurat di depan dokter untuk kepentingan pengobatan maka tidak boleh membuka tempat lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan pengobatan. Bukan merupakan keterpaksaan bagi wanita berobat ke dokter laki-laki, padahal ada dokter wanita. Bukan suatu keterpaksaan, sebuah usaha yang bertujuan menumpuk kekayaan dunia, memenuhi kebutuhan mewah dan bahkan mencontoh kebiasaan masyarakat yang sok modern dan senantiasa memburu barang impor. Modal yang sedikit, bukanlah keterpaksaan untuk melakukan riba hutang bank hingga ia bisa mengembangkan usaha. Rumah yang sederhana dan kecil bukanlah satu keterpaksaan untuk melakukan apa saja demi mendapatkan rumah yang besar dan mewah. Bukan satu keterpaksaan bagi wanita yang memiliki suami, atau ada orang yang menanggungnya, untuk bekerja di luar rumah bahkan ikhtilat dengan para lelaki yang bukan muhrimnya. Bahkan seandainya ia harus mencari nafkah, dan ada peluang kerja yang belus ikhnilah, maka ia tidak boleh memilih tempat kerja yang berikhtilath. Semua ini dilandaskan pada kaidah, Dar’ul Mafasid Muqaddamu Ala Jalbil Mashalih meninggalkan pintu-pintu kerusakan harus lebih didahulukan daripada mendatangkan pintu-pintu kebaikan. Barangsiapa yang sedang melakukan urusan dengan orang lain, ataupun sebuah instansi, bukanlah satu keterpaksaan hingga ia main suap, agar urusannya mudah. Barangsiapa yang bergaul dengan masyarakat, atau berusaha untuk mendekati dan mendakwahi mereka, maka bukan merupakan keterpaksaan, kalau ia harus menemaninya di meja judi, di kedai-kedai minuman keras, di tempat tempat mesum dan memendamkan kemungkaran yang terjadi demi untuk mendapatkan kasih sayang suami, seorang istri tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang melanggar syari'at .3. Komitmen terhadap perintah Perintah dalam Al-Qur'an maupun sunah mempunyai pengertian beragam. Namun demikian, para ulama sepakat bahwa asal kata perintah adalah tholab permintaan. Perintah ini mencakup dua hal yang asasi. yaitu Wajib dan Sunah. Inilah yang dimaksudkan dalam sabda Nabi,”Dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian.”Artinya, sesuatu yang diperintahkan baik bersifat wajib maupun sunnah. a. Perintah yang bersifat wajib. Perintah wajib adalah perintah Allah swt. melalui Nabi Muhammad saw, kepada umat Islam untuk melakukan suatu perbuatan dan didasari berbagai dalil yang menyatakan bahwa perintah tersebut wajib. Maka perintah tersebut wajib dilaksanakan dan jika ditinggalkan tentu akan mendapat hukuman, dan jika dilakukan maka akan diberikan pahala. Contohnya Perintah untuk mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, haji, puasa, amar ma'ruf nahi munkar, menepati janji. menerapkan hukum Allah dan berbagai perbuatan lainnya yang jelas-jelas diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dalam bentuk yang mengikat. Semua perintah tersebut wajib dilaksanakan dan sedikit pun tidak boleh disepelekan. Kecuali jika hilang salah satu syarat diwajibkannya atau karena adanya halangan dalam pelaksa naannya b. Perintah yang bersifat sunah. Adalah perintah Allah swt melalui Nabi Muhammad saw. kepada kaum muslimin, untuk melakukan satu perbuatan dan didasari berbagai dalil yang menyatakan bahwa perintah tersebut sunah. Artinya, seorang muslim tidak wajib melakukan perbuatan tersebut. Jika ditinggalkan, maka tidak mendapatkan hukuman. Namun jika dikerjakan, maka akan mendapatkan pahala. Contohnya Perintah untuk melakukan shalat Rawatib sunah, perintah azan, perintah untuk memperbanyak infak untuk untuk kebaikan, perintah untuk mencatat hutang, perintah untuk makan dengan tangan kanan, dan berbagai perbuatan lainnya yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya namun dalam bentuk yang tidak mengikat. Sebagai seorang muslim tentu lebih baik mengerjakan perintah perintah ini, meskipun boleh ditinggalkan. Karena dengan melakukannya seseorang akan mendapatkan pahala. Meskipun demikian tidak ada dosa bagi orang yang meninggalkannya. 4. Kesukaran mendatangkan kemudahan Kita ketahui bahwa syariat Allah menghendaki terciptanya kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Karena itulah, terdapat herbagai kemudahan bagi seorang hamba Allah swt berfirman”Allah menghendaki kemudahan hagi kalian, dan tidak menghendaki kesusahan Al-Baqarah 185”Dia sekali-kali tidak menjadikan satu kesulitan itu kami dalam urusan Agama.”Al-Hajj 78 Rasulullah saw. bersabda.”Sesungguhnya agama ini adalah mudah. Maka mudahkanlah dan jangan mempersulit.”HR. Al-Bukhari. Karena itulah Allah membolehkan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa dan melakukan perjalanan atau sakit, membolehkan untuk meng-qaslar shalat bagi orang yang bepergian, membolehkan tayammum bagi orang yang hendak berwudhu tapi tidak menemukan air atau karena kulitnya tidak boleh terkena air karena sakit, dan berbagai hal lainnya yang kemudian disebut oleh para ulama dengan istilah rukhshah dispensasi. Berdasarkan pada realita bahwa Allah memberikan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya, dan dari hadits yang menjadi tema utama, maka para ulama menyimpulkan kaidah ﺍﻟﻣَﺸَﻘﱠﺔُ ﺗَﺠْﻟِﺐُ ﺍﻟﺗﱠﻴﺴِﻴﺮَ kesukaran itu menyebabkan adanya kemudahan. Kaidah ini mempunyai pengertian bahwa ketika seseorang berada dalam suatu kondisi yang sangat sulit dan berat baginya untuk melaksanakan suatu kewajiban, maka kesusahan tersebut merupakan penyebab untuk mendapatkan kemudahan dan keringanan, hingga kita bisa menunaikan dengan mudah. Contoh pelaksanaan kaidah ini adalah toleransi terhadap sebagian benda najis karena susah dihilangkan. Misalnya darah yang dimaafkan karena luka darah yang sangat sedikit contohnya darah nyamuk, tanah jalanan yang kadang bercampur dengan nasi dan lain sebagainya. Semua najis-najis di atas bisa ditoleransi . Karena jika tidak akan sangat merepotkan. Ini adalah bentuk dan keringanan di lain dari bentuk kemudahan ini adalah toleransi terhadap ketidakjelasan satu transaksi, misalnya WC umum. Meskipun tarif antara orang per orang jelas, namun jangka waktu orang yang masuk WC berbeda-beda, bahkan jumlah penggunaan air masing-masing orang juga berbeda. Namun demikian masalah ini tidak bisa dibatasi. misalnya masuk WC lebih dari dua jam biayanya dua kali lipat, karena akan sangat merepotkan. Maka untuk mengatasi masalah ini syara' memberi keringanan dan menganggap transaksi yang demikian sah adanya. Batasan-batasan kondisi sulit yang mendapatkan kemudahan Kondisi sulit kadang menimbulkan kesalahpahaman bagi sebahagian orang. Ada yang menyangka bahwa setiap kesulitan, meskipun dalam bentuk yang paling sederhana dapat menyebabkan kemudahan sehingga mereka sering menggunakannya sebagai alasan untuk meninggalkan kewajiban. Karena itulah para ulama kemudian menjelaskan berbagai batasan dan rambu-rambu terhadap kondisi sulit yang mendapatkan keringanan. Kesulitan yang selalu menyertai pelaksanaan kewajiban, karena merupakan karakter dari kewajiban tersebut. Kesulitan seperti ini, tidak akan mendapatkan keringanan sama sekali. Misalnya seorang yang berpuasa tidak boleh berbuka, karena rasa lapar. Seorang muslim yang mampu untuk menunaikan ibadah haji, tidak boleh menolak untuk melaksanakan, dengan alasan pelaksanaan ibadah haji sangat berat baginya, harus menempuh jarak yang jauh dan meninggalkan muslim tidak boleh meninggalkan amar manu nahi munkar dengan alasan karena kewajiban ini beresiko pada dirinya. Semua ini bukan merupakan alasan karena merupakan konsekuensi yang lazim. Kesulitan yang bukan merupakan karakter sebuah kewajiban. Kesulitan seperti ini dalam beberapa kondisi mendapatkan keringanan, karena bukan merupakan karakter kewajiban dan bahkan tidak terjadi ketika dalam keadaan normal. Para ulama membagi kesulitan ini ke dalam dua tingkatankesulitan yang ringan, misalnya Perjalanan singkat, sakit ringan, berkurangnya harta, dsb. Kesulitan-kesulitan seperti ini tidak mempunyai pengaruh terhadap kewajiban dan tidak mendapatkan keringanan. Karena maslahat yang didapat dengan menjalankan kewajiban lebih besar dari kesulitan yang ia rasakanKesulitan yang berat, yang bisa mengancam jiwa, harta atau kehormatannya. Misalnya ada orang yang hendak menunaikan ibadah haji, namun ia mengetahui bahwa keadaan perjalanan sedang tidak aman, seperti banyak perampokan atau di sekitar rumahnya sendiri banyak terjadi perampokan, lalu ia khawatir ke jwan seperti ini dapat mengancam diri, harta atau keluarganya Dalam kondisi seperti ini, ia boleh menunda Bagian kewajiban yang mudah tidak boleh ditinggalkan karena adanya bagian yang sulit الْمَيْسُوْرُ لاَ يَسْقُطُ بِالْمَعْسُوْرِ Suatu kaidah fiqih yang dirumuskan para ulama dengan mengacu pada hadits di atas. Imam Suyuthi, dalam kitab Asyah wa An-Nazlutir menyebutkan bahwa Ibnu Subky berkata,”Kaidah tersebut termasuk kaidah yang paling masyhur yang dipetik dari hadits Nabi,”Jika aku perintahkan kepada kalian, maka lakukanlah semampu dalam kondisi tertentu kadang-kadang seorang muslim tidak bisa menjalankan suatu kewajiban secara utuh. Maka ia diharuskan melakukan bagian yang ia mampu. Bagian-bagian yang sulit tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan semua bagian kewajiban. Contoh Ketika hendak shalat, ia tidak bisa berdiri, maka ia tetap harus melakukan shalat dengan kondisi yang bisa ia lakukan. Contoh lainnya, seseorang yang hendak berwudhu dan hanya mendapatkan yang sangat sedikit yang diperkirakan tidak mencukupi untuk membasuh bagian-bagian yang wajib, maka ia tidak boleh langsung melakukan tayamum. Ia harus terlebih dahulu berwudhu dengan air yang ada, siapa tahu mencukupi. Namun, jika memang tidak mencukupi barulah ia melakukan tayamum. Seorang muslim yang mendapatkan penutup aurat yang hanya cukup untuk menutupi sebagiannya saja maka ia harus menutupi yang sebagian itu. Seorang muslim yang sembuh dari sakitnya di siang hari bulan Ramadhan. hendaklah ia menahan hal-hal yang membatalkan puasa, begitu juga wanita yang selesai dari haidnya, serta contoh-contoh lain. Kaedah ini juga didasari sebuah hadits berikut. Amran hin Husain berkata,”Saya mempunyai sakit lalu saya bertanya kepada Nabi aw. perihal pelaksanaan shalat. Nabi bersabda,”Shalatlah dengan dengan berdiri, kalau tidak sanggub maka dengan duduk, kendak bisa maka dengan berbaring”HR. Al-Bukhari Semua yang ada dalam syariat Allah, baik haram, makruh, wajib maupun sunah, semuanya masih berada dalam kemampuan manusia, karena Allah swt. tidak membebani hamba-Nya diluar kemampuan. Allah berfirman”Allah tidak akan membebani hamba-Nya kecuali sesuai dengan kadar kesanggupannya”Al-Baqarah 286. Karenanya, pelaksanaan kewajiban dalam bentuknya yang sempurna, hanya bisa dicapai dengan menjauhi segala larangan dan melaksanakan semua perintah sesuai dengan penjelasan di atas. Allah berfirman,”Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah”Al-Hasyr 7.Maka barangsiapa yang meninggalkan sebagian perintah, dan melanggar sebagian larangan, maka orang tersebut belum melaksanakan kewajiban secara sempurna. Karena seorang muslim dituntut untuk mencontoh Nabi Muhammad saw., dalam masalah apapun, kecuali perkara-perkara yang dikhususkan untuk Rasulullah saw. Allah swt berfirman,”Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan banyak menyebut Allah.”Al-Ahzab 21 Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Rasulullah tidak pernah me ninggalkan kewajiban. Maka sudah sepatutnya jika kita mencontoh beliau, dengan menjauhi semua larangan dan melaksanakan semua Menjauhi larangan dan mengikis sumber kerusakan Dalam syariat terdapat berbagai penghalang agar manusia tidak terjerumus pada kejahatan atau hanya terkena bibit-bibit kerusakan. Karenanya, kita dapati perhatian terhadap larangan lebih besar dibandingkan dengan perhatian terhadap perintah. Namun demi kian, bukan berarti meremehkan perintah, tetapi sikap tegas terhadap setiap larangan, terutama yang bersifat haram. Karena Taringan yang ada, tidak lain karena adanya bahaya dan kerusakan pada perkara perkara yang dilarang tersebut. Karenanya, larangan tidak boleh dilangan, kecuali dalam kondisi terpaksa Dewasa ini kita temukan banyak kesalahan yang terjadi di tengah masyarakat. Mereka begitu kuat dalam menjalankan perintah bahkan dalam masalah-masalah yang sunah sekalipun. Namun mereka sering menyepelekan larangan, bahkan melanggarnya. Contohnya betapa banyak dalam masyarakat kita orang yang senantiasa puasa, shalat, bahkan malaltiap malam, namun ia tetap menjalankan transaksi bisnisnya secara riba. Contoh lainnya wanita yang mengeluarkan zakat hartanya secara sempurna, namun ia tetap tidak mengenakan jilbabnya. Semua ini tentunya tidak sesuai dengan syariat, tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah, para sahabatnya dan orang-orang yang bersama mereka dalam satu gerbong ketakwaan. Karena dasar dari ibadah adalah menjauhi semua larangan Allah. Hal ini merupakan jalan kesuksesan untuk memerangi nafsu. Rasulullah saw. bersabda,”Hindarilah herbagai larangan, niscaya mungkin akan menjadi manusia yang paling baik ibadahnya.”at- Tirmidzi. Aisyah ra berkata,”Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang lebih utama dari orang yang ahli ibadah, hendaklah ia menjauhi dosa.”Ketika ditanya tentang orang-orang yang tergiur oleh kemaksiatan akan tetapi tidak melakukannya, Umar ra, berkata,”Mereka adalah orang-orang yang hatinya mendapat ujian dari Allah. Mereka akan mendapat ampunan dan pahala kebaikan yang besar.”Ibnu Umar ra berkata,”Beberapa dirham yang dijauhkan dari yang haram, jauh lebih baik dari bershadaqah seratus ribu dirham.”Hasan Basri berkata,”Tidak ada ibadah yang lebih baik dari meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah swt.”Umar bin Abdul Aziz berkata,”Takwa bukan sekadar qiamullail dan puasa di siang hari. Akan tetapi melakukan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Jika ditambah dengan amal perbuatan baik yang lain, maka itu lebih baik lagi.”Semua ini mengisyaratkan kepada kita bahwa meninggalkan maksiat lebih utama dari menjalankan perintah. Namun sekali lagi, bahwa hal ini tidak berarti bahwa seorang muslim bisa meremehkan kewajiban. Sebagaimana yang sering diutarakan oleh orang-orang yang hatinya sakit. Mereka tidak menjalankan kewajiban sedikit pun, namun mereka mengklaim bahwa lebih bertakwa daripada orang-orang yang shalat, puasa dan melakukan berbagai ibadah lainnya. Karena mereka tidak melakukan perbuatan yang dilarang. 7. Mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat درأ المفاسد مقدم على جلب المصالحIni adalah satu kaidah fiqih yang dirumuskan para ahli fiqih dari ketegasan wan'at dalam masalah larangan. Maksudnya, manakala suatu perkara memiliki sisi manfaat dan sist mafsadah kerusakan. Jika diperhatikan sisi manfaat maka akan timbul mafsadah, dan jika diperhatikan sisi mafadah maka akan bilang manfaatnya. Dalam kondisi seperti ini yang harus lebih diperhatikan adalah sisi maslahad. Karena kerusakan mudah sekali menjalar, seperti api yang melahap kayu bakar Contoh Tidak diperbolehkan menjual anggur kepada orang yang akan membuatnya menjadi khamer, meskipun ia berani membayar dengan harga lebih tinggi. Tidak diperbolehkan membuat atau menjual khamer, meskipun mendatangkan keuntungan yang besar. Wanita tidak boleh bekerja di tempat yang bercampur dengan laki laki yang bukan muhrim. Begitu juga dengan kaum laki-laki. Karena sisi negatitnya lebih dominan. Kaidah ini juga didukung hadits Nabi yang melarang wanita melakukan perjalanan seorang diri, tanpa disertai suami atau salah satu mahramnya. Abu Hurairah ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,”Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, melakukan perjalanan dengan jarak yang ditempuh selama satu hari, kecuali dengan mahramnya.”Al- Bukhari dan Muslim Perlu diketahui bahwa yang menjadi tolok ukur maslahat dan mafsadah yang terdapat pada perkara tersebut adalah kebiasaan yang sudah lazim. Karenanya, jika sebuah perbuatan, biasanya mendatangkan mufradah, maka perbuatan tersebut tidak boleh dikerjakan. Mafsadah di sini bukanlah mafsadah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan maslahatnya. Misalnya, ada satu perbuatan yang mengandung mafsadah. Namun, perbuatan itu juga jelas-jelas membawa manfaat yang lebih besar dari masalah yang ditimbulkan. Maka perbuatan tersebut boleh dilakukan, mengingat besarnya maslahat yang akan ditimbulkan. Contoh, memotong bagian tubuh yang terluka untuk menyelamatkan nyawa orang tersebut. Karena jika dibiarkan maka keselamatan nyawa orang tersebut akan terancam. Berbohong dalam rangka menyelesaikan permusuhan dua orang yang bertikai. Karena ketika pertikaian tersebur dibiarkan, maka akan menyebabkan permusuhan yang berkepanjangan atau bahkan kesan yang semakin meluas. Penyebab kehancuran umat terdahulu adalah akibat dua perkara. Dua hal tersebut adalah banyaknya pertanyaan yang tidak berguna dan tidak komitmen dengan syariat Allah Rasulullah telah melarang para Sahabat taat tidak banyak bertanya, karena dikhawatirkan dengan jawaban yang diberikan justru memberatkan mereka, agar tidak disibukkan oleh hal-hal Tidak ada gunanya, dan sebagai langkah prefentif dari sikap saling bantah yang tidak ada ujungnya. Bukhari meriwayatkan dari Mughairah bin Syu'bah, bahwa Rasulullah saw melarang qila wa Qal ucapan yang belum jelas sumbernya, banyak bertanya dan menghamburkan harta Karenanya, kita temui para Sahabat, Muhajirin dan Anshar, tidak menanyakan sesuatu pun, meski mereka ingin mengetahuinya. Sebagai aplikasi dari larangan tersebut. Merekalah generasi terbaik yang menjadikan segala kehendaknya mengikuti apa yang datang dari Rasulullah saw. Atau bisa juga karena mereka memang tidak perlu bertanya, karena mereka hidup bersama Rasulullah saw, yang segera menyampaikan kepada mereka setiap wahyu yang turun. Kenyataannya, wahyu dari langit tidak terputus hingga akhir kematian Nabi terjadi satu peristiwa, Rasulullah saw. segera menjelaskan kepada mereka, berbaga perkara yang mereka butuhkan berkaitan dengan masalah agama, meskipun tanpa didahului pertanyaan, sehingga tidak menyebabkan keraguan. atau agar mereka tidak terjerumus dalam kesesatan. HaditsAl-Arbain An-Nawawiyah #23 Keutamaan Bersuci, Shalat, Sabar, Shahibul Hadits Ke-23 Dari Abu Malik Al-Harits bin ‘Ashim Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, 9. Setiap amal saleh akan membebaskan jiwa seseorang dari kesulitan dunia dan akhirat. 〰〰〰〰〰〰 🌷📝 Kajian Hadits Syarh Arbain anNawawiyyah 💎 HADITS KE 9 Bag. ke 1 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ رواه البخاري ومسلم Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya- beliau berkata saya mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Segala yang aku larang jauhilah, dan apa yang aku perintahkan kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena sesungguhnya hal yang membinasakan umat sebelum kalian adalah mereka banyak bertanya-tanya tanpa faidah dan sikap menyelisihi para Nabi yang mereka lakukan alBukhari dan Muslim 📌 ASBAABUL WURUD SEBAB PENYAMPAIAN HADITS Suatu hari Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam bersabda Wahai sekalian manusia sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kalian berhaji, maka berhajilah. Kemudian seorang laki-laki berkata Apakah kewajiban haji itu setiap tahun wahai Rasulullah? Nabi shollallahu alaihi wasallam diam, hingga orang itu bertanya tiga kali, kemudian Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda Kalau aku jawab Iya, niscaya akan diwajibkan tiap tahun, dan kalian tidak akan mampu. Kemudian Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda Biarkanlah apa yang aku tinggalkan perintah dan larangannya untuk kalian. Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan mereka dan banyaknya penyelisihan yang mereka lakukan terhadap para Nabi mereka. Jika aku perintahkan kepada kalian dengan suatu hal, maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuan, dan jika aku larang kalian dari sesuatu, tinggalkanlah Muslim. 📌 SAHABAT YANG MERIWAYATKAN HADITS Sahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya-. Al-Imam anNawawy -rahimahulloh- dalam al-Arbain anNawawiyyah ini memperjelas nama asli Abu Hurairah adalah Abdurrahman bin Shakhr. Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya- adalah Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Orang-orang yang beriman akan mencintai Abu Hurairah dan ibunya, karena Nabi shollallahu alaihi wasallam mendoakan mereka اللَّهُمَّ حَبِّبْ عُبَيْدَكَ هَذَا يَعْنِي أَبَا هُرَيْرَةَ وَأُمَّهُ إِلَى عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِينَ وَحَبِّبْ إِلَيْهِمْ الْمُؤْمِنِينَ Ya Allah jadikanlah hamba-hambaMu yang beriman cinta kepada Abu Hurairah dan ibunya, dan jadikanlah mereka mencintai orang-orang beriman Muslim ⏳ Insya Allah bersambung ...... 📝 Disalin dari Draft Buku "40 HADITS PEGANGAN HIDUP MUSLIM Syarh Arbain anNawawiyah". Penulis Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله 📎 hashtag serial kajian ini syarah_hadits_arbain 〰〰〰〰〰〰〰 📚🔰Salafy Kendari 〰〰〰〰〰〰 🌷📝 Kajian Hadits Syarh Arbain anNawawiyyah 💎 HADITS KE 9 Bag. ke 2 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ رواه البخاري ومسلم Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya- beliau berkata saya mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Segala yang aku larang jauhilah, dan apa yang aku perintahkan kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena sesungguhnya hal yang membinasakan umat sebelum kalian adalah mereka banyak bertanya-tanya tanpa faidah dan sikap menyelisihi para Nabi yang mereka lakukan alBukhari dan Muslim 📌 SIKAP ORANG BERIMAN TERHADAP PERINTAH DAN LARANGAN NABI Dalam hadits ini Nabi menyatakan Segala yang aku larang jauhilah... Para Ulama’ menjelaskan bahwa secara asal hukum larangan Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah haram dilaksanakan. Ini adalah hukum asal. Hukum asal ini baru berubah jika terdapat hadits lain yang menunjukkan bahwa larangan itu bersifat makruh dibenci. Secara asal, segala bentuk larangan Nabi shollallahu alaihi wasallam yang terkait dengan suatu ibadah, menyebabkan ibadah itu batal atau tidak sah, sedangkan larangan Nabi shollallahu alaihi wasallam yang terkait dengan bentuk muamalah menyebabkan suatu akad menjadi tidak sah atau batal. Dalam hadits ini Nabi shollallahu alaihi wasallam juga menyatakan Apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan... Para Ulama’ menjelaskan bahwa secara asal, hukum perintah dari Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah wajib dilaksanakan, hingga ada dalil lain yang menunjukkan bahwa hal itu adalah mustahab/sunnah disukai. Perintah Nabi shollallahu alaihi wasallam dikerjakan sesuai dengan kemampuan. Sebagai contoh صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ Sholatlah dengan berdiri. Jika tidak mampu, maka dengan duduk. Jika tidak mampu, maka dengan berbaring alBukhari Menghindari kemaksiatan lebih berat dibandingkan mengerjakan ketaatan. Bersabar untuk meninggalkan larangan lebih berat tantangannya dan lebih besar pahalanya dibandingkan melaksanakan perintah. Sahl bin Abdillah menyatakan Perbuatan-perbuatan kebajikan bisa dilakukan oleh orang-orang yang baik ataupun orang fajir. Namun, tidak ada yang bisa bersabar meninggalkan dosa kecuali orang yang Shiddiq jujur keimanannyaSyarhul Umdah karya Ibn Taimiyyah 1/46. ⏳ Insya Allah bersambung ...... 📝 Disalin dari Draft Buku "40 HADITS PEGANGAN HIDUP MUSLIM Syarh Arbain anNawawiyah". Penulis Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله 📎 hashtag serial kajian ini syarah_hadits_arbain 〰〰〰〰〰〰〰 📚🔰Salafy Kendari 〰〰〰〰〰〰 🌷📝 Kajian Hadits Syarh Arbain anNawawiyyah 💎 HADITS KE 9 Bag. ke 3 - Selesai عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ رواه البخاري ومسلم Dari Abu Hurairah -semoga Allah meridhoinya- beliau berkata saya mendengar Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Segala yang aku larang jauhilah, dan apa yang aku perintahkan kerjakanlah sesuai dengan kemampuan kalian. Karena sesungguhnya hal yang membinasakan umat sebelum kalian adalah mereka banyak bertanya-tanya tanpa faidah dan sikap menyelisihi para Nabi yang mereka lakukan alBukhari dan Muslim 📌 BANYAK BERTANYA ANTARA TERPUJI DAN TERCELA Pertanyaan yang baik adalah bertanya dalam masalah ilmu agama kepada ahlinya untuk tujuan mengamalkan ilmu tersebut. Atau, pertanyaan yang tujuannya untuk menambah iman, semakin mendekatkan diri kepada Allah, semakin takut kepada-Nya, semakin cinta kepada Allah. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para Sahabat kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah mayoritas pertanyaan-pertanyaan semacam itu. فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ Maka bertanyalah kepada para Ulama jika kalian tidak mengetahuinya an-Hal43 Nabi shollallahu alaihi wasallam juga mencela orang yang bodoh tapi tidak mau bertanya, berbicara tanpa ilmu menyebabkan kebinasaan bagi orang lain أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ Tidakkah mereka bertanya jika tidak mengetahuinya. Sesungguhnya obat dari kebodohan adalah bertanya Abu Dawud Ibunda kaum beriman, Aisyah radhiyallaahu anha berkata نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ لَمْ يَكُنْ يَمْنَعُهُنَّ الْحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak terhalangi perasaan malu untuk bertanya berusaha memahami agama Muslim Sahabat Nabi Ibnu Abbas -semoga Allah meridhoinya- ditanya dengan cara bagaimana engkau mendapatkan ilmu sampai banyak seperti ini? Beliau berkata dengan lisan yang banyak bertanya dan hati yang banyak berpikir al-Bidayah wan Nihaayah 8/329. Ibnu Abbas -semoga Allah meridhoinya- juga berkata Aku bertanya satu permasalahan kepada 30 Sahabat Nabi al-Bidayah wan Nihaayah 8/329 Ibnu Syihab az-Zuhri -rahimahulloh- berkata Ilmu adalah gudang-gudang perbendaharaan, dan kunci pembukanya adalah bertanya Jaami’ Bayaanil Ilmi wa Fadhlih 1/179 Di antara pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang diajukan oleh seseorang yang sebenarnya sudah tahu jawabannya, namun ia lontarkan pertanyaan di majelis agar diketahui jawabannya oleh orang-orang yang hadir di majelis itu. Sebagaimana yang dilakukan Jibril yang menanyakan tentang Islam, Iman, Ihsan, dan tanda-tanda hari kiamat Muslim Sedangkan sikap bertanya yang tercela, di antaranya adalah 1⃣. Banyak bertanya pada saat masih turunnya wahyu, sehingga dikhawatirkan memberatkan kaum muslimin al-Maidah101 2⃣. Bertanya-tanya tentang rahasia di balik takdir, yang hanya Allah saja yang tahu. Contoh bertanya mengapa si A ditakdirkan begini, sedangkan si B ditakdirkan demikian? وَإِذَا ذُكِرَ الْقَدَرُ فَأَمْسِكُوا Jika disebutkan tentang takdir, maka tahanlah diamlah Shahihul Jaami’ no 546. 3⃣. Bertanya tentang kaifiyat Sifat Allah. Seperti pertanyaan Seperti apa Wajah Allah? Bagaimana bentuk istiwa’ Allah di atas Arsy? Semua itu tidak ada yang tahu kecuali Allah. وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ...dan tidak ada yang tahu takwilnya kaifiyat /makna secara menyeluruh kecuali Allah... Ali Imran7 4⃣. Sekedar bertanya tidak untuk mengamalkannya, atau tidak untuk memahami makna ayat dan hadits menambah iman, hanya sekedar menguji ustadz atau Syaikh. 5⃣. Bertanya tentang permasalahan yang tidak akan pernah terjadi. 6⃣. Banyak bertanya pada saat kondisi Ustadz atau Syaikh sudah capek, letih, dan semisalnya. Para Sahabat Nabi shollallahu alaihi wasallam menjaga adab untuk bertanya. Mereka tidak menambah pertanyaan karena merasa kasihan dengan Nabi shollallahu alaihi wasallam. Simaklah adab dari perkataan Ibnu Mas’ud -semoga Allah meridhoinya- حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي ...demikianlah Nabi mengkhabarkan kepadaku, yang sebenarnya kalau aku minta tambah penjelasan, niscaya beliau akan menambahinya.. Muslim Nabi shollallahu alaihi wasallam adalah manusia yang paling dermawan, termasuk dalam hal memberi jawaban. Sebenarnya, kalau Sahabat terus bertanya, akan terus dijawab oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam, namun hal itu tidak dilakukan Sahabat karena menjaga adab kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam. ⏳ Insya Allah bersambung ke syarah hadits ke 10. 📝 Disalin dari Draft Buku "40 HADITS PEGANGAN HIDUP MUSLIM Syarh Arbain anNawawiyah". Penulis Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman حفظه الله 👆 Bagi yang ingin mendapatkan postingan sebelumnya dari kajian ini silahkan kunjung situs via link 📎 atau silahkan klik hashtag berikut syarah_hadits_arbain 〰〰〰〰〰〰〰 📚🔰Salafy Kendari 9years ago. 20100518 - Ust Saiful Bahri, Lc - Syarah Hadits Arbain Ke-8 Syarah Hadits Arbain Ke-8. Kajian MTXL. Follow. 9 years ago. Kajian Majlis Ta'lim XL Axiata Jakarta (MTXL) Report. Browse more videos. Browse more videos Terjemah dan Syarah Hadits Arbain Nawawi Ke 9 Tentang Melaksanakan Perintah Sesuai Kesanggupan الحديث التاسع عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم , فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم Terjemahan Dari Abu Hurairah, 'Abdurrahman bin Shakhr radhiallahu 'anh, ia berkata Aku mendengar Rasulullah bersabda "Apa saja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka tidak mau taat dan patuh" [Bukhari no. 7288, Muslim no. 1337] Penjelasan Hadits ini terdapat dalam kitab Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata “Rasulullah berkhutbah dihadapan kami, sabda beliau Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kepada kamu haji, karena itu berhajilah, lalu seseorang bertanya Wahai Rasulullah… apakah setiap tahun ?, Rasulullah diam, sampai orang itu bertanya tiga kali, lalu Rasulullah bersabda Kalau aku katakana “ya” niscaya menjadi wajib dan kamu tidak akan sanggup melakukannya, kemudian beliau bersabda lagi Biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan, karena kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka. Maka jika aku perintahkan melakukan sesuatu, kerjakanlah menurut kemampuan kamu, tetapi jika aku melarang kamu melakukan sesuatu, maka tinggalkanlah. Laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah adalah Aqra’ bin Habits, demikianlah menurut suatu riwayat. Para ahli ushul fiqh mempersoalkan perintah dalam agama, apakah perintah itu harus dilakukan berulang-ulang ataukah tidak. Sebagian besar ahli fiqh dan ahli ilmu kalam menyatakan tidak wajib berulang-ulang. Akan tetapi yang lain tidak menyatakan setuju atau menolak, tetapi menunggu penjelasan selanjutnya. Hadits ini dijadikan dalil bagi mereka yang bersikap menanti netral, karena sahabat tersebut bertanya “Apakah setiap tahun?” sekiranya perintah itu dengan sendirinya mengharuskan pelaksanaan berulang-ulang atau tidak, tentu Rasulullah tidak menjawab dengan kata-kata “Kalau aku katakan “ya”, niscaya menjadi wajib dan kamu tidak akan sanggup melakukannya” Bahkan tidak ada gunanya hal tersebut ditanyakan. Akan tetapi secara umum perintah itu mengandung pengertian tidak perlu dilaksanakan berulang-ulang. Kaum muslim sepakat bahwa menurut agama, bahwa haji itu hanya wajib dilakukan satu kali seumur hidup. Kalimat, “Biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan” secara formal menunjukkan bahwa setiap perintah agama tidaklah wajib dilaksanakan berulang-ulang, kalimat ini juga menunjukkan bahwa pada asalnya tidak ada kewajiban melaksanakan ibadah sampai datang keterangan agama. Hal ini merupakan prinsip yang benar dalam pandangan sebagian besar ahli fiqh. Kalimat, “Kalau aku katakan “ya” tentu menjadi wajib” menjadi alasan bagi pemahaman para salafush sholih bahwa Rasulullah mempunyai wewenang berijtihad dalam masalah hukum dan tidak diisyaratkan keputusan hukum itu harus dengan wahyu. Kalimat, “apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu” merupakan kalimat yang singkat namun padat dan menjadi salah satu prinsip penting dalam Islam, termasuk dalam prinsip ini adalah masalah-masalah hukum yang tidak terhitung banyaknya, diantaranya adalah sholat, contohnya pada ibadah sholat, bila seseorang tidak mampu melaksanakan sebagian dari rukun atau sebagian dari syaratnya, maka hendaklah ia lakukan apa yang dia mampu. Begitu pula dalam membayar zakat fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, bila tidak bisa membayar semuanya, maka hendaklah ia keluarkan semampunya, juga dalam memberantas kemungkaran, jika tidak dapat memberantas semuanya, maka hendaklah ia lakukan semampunya dan masalah-masalah lain yang tidak terbatas banyaknya. Pembahasan semacam ini telah populer didalam kitab-kitab fiqh. Hadits diatas sejalan dengan firman Allah, QS. At-Taghabun 6416, “Maka bertaqwalah kepada Allah menurut kemampuan kamu” Adapun firman Allah, QS. Ali Imraan 3102, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sungguh-sungguh” ada yang berpendapat telah terhapus oleh ayat diatas. Sebagian ulama berkata Yang benar ayat tersebut tidak terhapus bahkan menjelaskan dan menafsirkan apa yang dimaksud dengan taqwa yang sungguh-sungguh, yaitu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, dan Allah memerintahkan melakukan sesuatu menurut kemampuan, karena Allah berfirman, QS. Al-Baqarah 2286, “Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya” dan firman Allah dalam QS. Al-Hajj 2278, “Allah tidak membebankan kesulitan kepada kamu dalam menjalankan agama” Kalimat, “apasaja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi” maka hal ini menunjukkan adanya sifat mutlak, kecuali apabila seseorang mengalami rintangan /udzur dibolehkan melanggarnya, seperti dibolehkan makan bangkai dalam keadaan darurat, dalam keadaan seperti ini perbuatan semacam itu menjadi tidak dilarang. Akan tetapi dalam keadaan tidak darurat hal tersebut harus dijauhi karena ada larangan. Seseorang tidak dapat dikatakan menjauhi larangan jika hanya menjauhi larangan tersebut dalam selang waktu tertentu saja, berbeda dengan hal melaksanakan perintah, yang mana sekali saja dilaksanakan sudah terpenuhi. Inilah prinsip yang berlaku dalam memahami perintah secara umum, apakah suatu perintah harus segera dilakukan atau boleh ditunda, atau cukup sekali atau berulang kali, maka hadits ini mengandung berbagai macam pembahasan fiqh. Kalimat, “Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka” disebutkan setelah kalimat, “biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan kepada kamu” maksudnya ialah kamu jangan banyak bertanya sehingga menimbulkan jawaban yang bermacam-macam, menyerupai peristiwa yang terjadi pada bani Israil, tatkala mereka diperintahkan menyembelih seekor sapi yang seandainya mereka mengikuti perintah itu dan segera menyembelih sapi seadanya, niscaya mereka dikatakan telah menaatinya. Akan tetapi, karena mereka banyak bertanya dan mempersulit diri sendiri, maka mereka akhirnya dipersulit dan dicela. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam khawatir hal semacam ini terjadi pada umatnya. Alhamdulillah hadir lebih dari 5 tahun yang lalu. Jika Anda menyukai website ini, dan ingin menyumbang proses development, itu tidak perlu. Cukup dengan beritahu sahabat Anda tentang keberadaan website ini (Insha Allah berguna), dan pastikan untuk mendoakan kami di setiap shalat Anda. Ya, bantu bagikan Kitab Arbain Nawawi atau Al-Arba'in An-Nawawiyah Arabالأربعون النووية Arba’în berarti 40 , namun hadis dalam kitab ini tidak berjumlah persis 40, melainkan 42 hadits. Hadits dalam arbain nawawi berkaitan dengan pilar-pilar dalam agama Islam baik ushul pokok maupun furu’ cabang, serta hadits-hadits yang berkaitan dengan jihad, zuhud, nasihat, adab, niat-niat yang baik dan semacamnyaHadits-hadits dalam Arbaîn Nawawiyah merupakan landasan atau fondasi dalam agama Islam. Sebagian ulama berpendapat bahwa ajaran Islam, atau setengahnya, atau sepertiganya berlandaskan pada hadits-hadits dalam kitab atau pengarang kitab arbain nawawi adalah Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi الإمام العلامة أبو زكريا محيي الدين بن شرف النووي الدمشقي, atau lebih dikenal sebagai Imam Nawawi, adalah salah seorang ulama besar mazhab Syafi' ini akan membahas Secara ringkas terjemah arti Hadits Ke 9 Kesembilan Kitab Arbain Nawawi tulisan Arab Berharakat beserta artinya dalam bahasa indonesiaHadits Ke 9 Kesembilan Kitab Arbain Nawawiعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ . [رواه البخاري ومسلمKosa kata / مفردات نـَهَيْتُكم Aku larang kalian اجتنبوا Mereka menghindari- nyaأَمَرْتُكُم Aku perintahkan kalian أَهْلَكَ MenghancurkanTerjemah hadits / ترجمة الحديث Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkata Saya mendengar Rasulullah bersabda Apa yang aku larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang aku perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian adalah karena banyaknya pertanyaan mereka yang tidak berguna dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka. Bukhori dan MuslimPelajaran 1. Wajibnya menghindari semua apa yang dilarang oleh Rasulullah .2. Siapa yang tidak mampu melakukan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya mampu sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia mampu Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar Perkara yang mudah tidak gugur karena perkara yang Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan Larangan untuk saling bertikai dan anjuran untuk bersatu dan Wajib mengikuti Rasulullah , ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan Al Hafiz berkata Dalam hadits ini terdapat isyarat untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang dibutuhkan saat itu ketimbang perkara yang saat tersebut belum dibutuhkan. Penjelasan Kata “thayyib (baik)” berkenaan dengan sifat Allah maksudnya ialah bersih dari segala kekurangan. Hadits ini merupakan salah satu dasar dan landasan pembinaan hukum Islam. Hadits ini berisi anjuran membelanjakan sebagian dari harta yang halal dan melarang membelanjakan harta yang haram. Makanan, minuman, pakaian dan sebagainya
  • ካебабаኢ у υξዔղθрωφ
  • А тиз
  • ሿμեֆ φፌвсυмաκ обрሖሟ
    • Δ сэзузуթሿ ሱ свев
    • Еմаփո ч ዐиφιξυср ዉлαρ
arbainnawawi hadits ke-1 الحديث الأول hadits ke-1. amal itu tergantung niatnya: عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول " إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى
Ωхущ аቨечорсխπՍωфիбθսяфо аψоη πኇնиչሖн
Охр ሐадусեктէАጪеፑ нωтвыч
ፗօցа оջуթጠԽнт ሴմ цив
Εхрαճο ሕ իֆерևզибаСօ ቢεкοзаሉ кт
О цօթዴսиврΙሓаբ оչጪ
О оዞፌዡνабро հፏኪիч
.